Merdeka.com – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd., menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk menuntaskan masalah kemiskinan dan stunting di Indonesia melalui langkah nyata dan kolaboratif lintas sektor.
Hal tersebut disampaikan Menteri Wihaji saat menghadiri Dialog Kebangsaan Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan Penurunan Risiko Stunting serta Kick-Off Road Map Konsorsium 2025–2026, bertema “Mencintai Negeri dengan Peduli Berbagi”, yang digelar di Aula Rumah Jabatan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (27/10).
Dalam sambutannya, Menteri Wihaji menekankan bahwa isu kemiskinan dan stunting merupakan dua sisi dari mata uang yang sama, sehingga tidak bisa diselesaikan secara terpisah atau parsial.
“Kolaborasi ini tidak boleh berhenti di sini, di atas meja. Problem kemiskinan dan problem stunting tidak hanya didiskusikan, tapi harus dikerjakan dan ditindaklanjuti. Yang lebih penting adalah, setelah ini mau diapakan,” tegas Wihaji.
Ia juga menambahkan bahwa setelah dilaksanakannya kick-off program, diperlukan tindak lanjut konkret agar hasilnya benar-benar dirasakan masyarakat.
“Ini pesan Bapak Presiden: jangan banyak diskusi, jangan banyak lokakarya, jangan banyak seminar. Ke lapangan, selesaikan masalah. Karena itu saya minta teman-teman turun ke lapangan dan tuntaskan persoalan,” ujarnya.
Langkah Nyata Atasi Stunting
Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, S.Si., A.Pt., sejalan dengan arahan Menteri Wihaji, menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menuntaskan dua persoalan besar di NTT — kemiskinan dan stunting.
Ia menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan NTT dan Jawa Barat sebagai dua provinsi percontohan dalam penanganan stunting nasional.
“Ini menunjukkan betapa pentingnya komitmen kita di daerah untuk menjawab tantangan tersebut,” kata Melki.
Pemerintah Provinsi NTT sendiri telah menyiapkan langkah nyata melalui Program Genting (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting), yang akan melibatkan seluruh kepala daerah di 22 kabupaten/kota.
Melki juga menekankan pentingnya peran tokoh adat dan tokoh agama dalam penanganan stunting karena memiliki pengaruh kuat di masyarakat, khususnya dalam urusan keluarga yang menjadi akar persoalan stunting.
Menurut Menteri Wihaji, jika pembangunan fisik menjadi tanggung jawab pemerintah, maka urusan keluarga perlu pendekatan sosial dan spiritual melalui tokoh-tokoh masyarakat, seperti pendeta, pastor, kiai, dan pemuka agama lainnya. Langkah ini, kata Wihaji, sudah mulai diimplementasikan melalui komunikasi langsung dengan para tokoh tersebut.
Makan Bersama Anak-Anak
Ketua Sinode GMIT NTT Periode 2024–2027, Pendeta Samuel Benyamin Pandie, S.Th., dalam kesempatan yang sama membagikan pengalamannya dalam menurunkan angka stunting di Kota Kupang. Ia menceritakan bahwa pihaknya pernah memperoleh penghargaan dari Pemerintah Kota Kupang dan UNICEF berkat program pendampingan anak-anak di sepuluh gereja pesisir selama enam bulan.
“Dalam waktu enam bulan kami berhasil menurunkan angka stunting di Kota Kupang. Rahasianya sederhana: makan bersama anak-anak. Kegembiraan saat makan bersama menjadi kunci utama. Kekuatan komunitas gereja membangkitkan semangat anak-anak untuk mau makan,” jelasnya.
Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dan stunting, kata Wihaji, memerlukan kekuatan kolektif dan pendekatan kultural, bukan sekadar kebijakan administratif. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, didukung oleh tokoh adat dan agama, diharapkan mampu memperkuat program Genting dan konsorsium nasional untuk mewujudkan generasi Indonesia yang sehat, sejahtera, bebas stunting, dan bebas kemiskinan.